Bitcoin dilarang otoritas keuangan Indonesia, ini fakta-faktanya!! Sial



Otoritas moneter Indonesia bakal mengeluarkan aturan yang melarang penggunaan bitcoin atau mata uang virtual lainnya sebagai alat pembayaran.
Pelarangan oleh Bank Indonesia (BI) ditujukan bagi pelaku layanan keuangan berbasis teknologi (financial technology) termasuk e-commerce agar tidak menerima bitcoin.
Pemrosesan mata uang virtual juga dilarang.
"Dalam konteks sistem pembayaran, bitcoin bukan alat pembayaran yang sah," kata Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Agusman Zainal kepada BBC Indonesia, (7/12).
Menurut Agusman, hal itu sejatinya sudah diatur dalam Peraturan Bank lndonesia tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran tahun 2016.
Pasal 34 beleid itu menyebut, "Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran dilarang: (a) melakukan pemrosesan transaksi pembayaran dengan mengunakan virtual currency."
Bagian keterangannya disebutkan virtual currency adalah uang digital yang diterbitkan selain otoritas moneter yang diperoleh dengan cara mining. Antara lain Bitcoin, BlackCoin, Dash, Degecoin, Litecoin, Namecoin, Nxt, Peercoin, Primecoin, Ripple, dan Ven.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyebutkan alasan melarang adalah dalam rangka melaksanakan prinsip kehati-hatian, menjaga persaingan usaha, pengendalian risiko, dan perlindungan konsumen.
"Kami melarang penyelenggara tekfin (teknologi finansial) dan e-commerce serta penyelenggara jasa sistem pembayaran menggunakan dan memproses virtual currency, serta bekerja sama dengan pihak-pihak yang memfasilitasi transaksi menggunakan virtual currency," kata Agus.
Pelarangan itu, lanjut Agus, guna mencegah kejahatan, seperti pencucian uang, pendanaan terorisme, dan menjaga kedaulatan rupiah sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia.
Alasan yang diungkapkan Agus punya dasar. Pada 2013 pendiri situs Silk Road, Ross Ulbricht ditangkap aparat Amerika karena situsnya ketahuan lebih pada jual beli narkoba daripada menjual bitcoin.
Pada Oktober 2014, seorang mahasiswa Indonesia DB ditangkap di Bintaro karena membeli sabu secara online dan membayarnya dengan bitcoin. Ia memesan sabu itu dari Meksiko.
Oktober 2015, LWK pelaku teror bom Mal Alam Sutera meminta ditransfer Rp300 juta dalam bentuk bitcoin. "Tersangka melakukan pemerasan," kata Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti.
Pada Desember 2016, Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian menyebutkan bahwa pendanaan kelompok terorisme sudah menggunakan mata uang virtual. "Ada yang menggunakan bitcoin," kata Tito kala itu.
Rencananya Bank Indonesia akan menerbitkan aturan yang lebih tegas soal penggunaan mata uang virtual tersebut pada 2018. "Intinya akan memperkuat ketentuan yg sudah ada," kata Agusman.
BI, lanjut Agusman, tidak bekerja sendiri, tetapi juga menggandeng sejumlah instansi lainnya seperti Otoritas Jasa Keuangan.
"Saya kira ini bukan konteks moneter. (Tetapi) dampak ke pelaku usaha dan konsumen adalah sejauh mana ada perlindungan konsumen," kata Agusman.

Sejarah Bitcoins

Bitcoin awalnya diciptakan oleh seorang yang mengaku bernama Satoshi Nakamoto pada 2009. Lalu bulan Mei 2016, pengusaha teknologi asal Australia Craig Wright membuka jati diri bahwa dialah yang menciptakan bitcoin.
"Saya memainkan peran yang utama, tapi juga dibantu beberapa orang lain," kata Craig, kepada BBC waktu itu. Transaksi pertamanya adalah mengirim 10 bitcoin ke Hal Finney pada Januari 2009.
Sejak dimulai pada 2009, nilai tukar atau valuasi bitcoin terus meningkat.
Bahkan dalam setahun ini nilainya meningkat gila-gilaan. Sebagai gambaran, 1 bitcoin dihargai US$0,3 (sekitar Rp4.000) pada Januari 2011. Dan 7 Desember 2017 menjadi US$14.000 (Rp189 juta).


Tidak jelas apa yang menjadi faktor penentu dari naik atau turunnya harga atau nilai tukar bitcoin tersebut. Ketika Cina mengumumkan tidak sahnya bitcoin pada September 2017, harga tukarnya turun dari US$ 4.600 menjadi US$ 3.200.
Sama seperti Bank Indonesia, otoritas Cina melarang dengan alasan resiko investasi pada mata uang virtual itu. Pemerintah Cina menyebut uang virtual itu bisa digunakan untuk pendanaan ilegal dan pencucian uang.
Sejatinya otoritas keuangan di berbagai dunia punya kekhawatiran yang sama. Inggris misalnya menyebutnya sebagai "investasi yang beresiko tinggi dan spekulatif."
Meski tak melarang, beberapa negara lain juga mengeluarkan peringatan yang sama. Antara lain Singapura, Hong Kong, dan Kanada. Bahkan European Central Bank menilai "berpotensi seperti krisis keuangan Belanda pada abad ke-17".
Dengan total 15 juta bitcoin yang beredar di pasaran saat ini, diperkirakan valuasinya mencapai lebih dari US$200 miliar. Negara yang paling aktif menggunakannya adalah Amerika dan Jepang.
Sebagian pesohor dunia mengaku memiliki bitcoin sebagai alat investasi yang menjanjikan. Nilai tukar bitcoin yang terus meningkat adalah salah satu alasannya.
Salah satu investor bitcoin yang mendapatkan keuntungan besar dari kepemilikannya adalah si kembar Cameron dan Tyler Winklevoss. Mereka pertama kali memiliki bitcoins sejak 2013.
Ketika itu mereka membeli 90.000 bitcoins dengan harga satu bitcoin US$120.
Total dana yang mereka pakai untuk membeli bitcoin adalah US$11 juta. Uang yang mereka gunakan membelinya adalah hasil memenangkan gugatan ke Mark Zuckerberg karena mencuri ide mereka akan Facebook senilai US$65 juta.
Kini kekayaan si kembar Wiklevoss itu diperkirakan mencapai miliaran dolar dengan harga satu bitcoin mencapai US$14.000. Karena sejak membelinya pada 2013, mereka tidak pernah menggunakan atau menjualnya.

Narasumber :
http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-42265038

Post a Comment

0 Comments